Hukum
Perdata adalah
ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu
dalam masyarakat. Dalam tradisihukum di
daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum
privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common law)
tidak dikenal pembagian semacam ini.
1. Hukum Perdata Yang
Berlaku Di Indonesia
Hukum perdata masuk pertama kali ke Indonesia dibawa oleh
Pemerintah Hindia Belanda pada zaman penjajahan. Hindia Belanda sendiri meniru
hukum Perancis yang diberi nama Code Civil der Francis kemudian
diterapkan di pemerintahannya.
Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu mengodifikasikan dan
menyusun KUHPer (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) serta KUHD (Kitab Undang-undang
Hukum Dagang). Kodifikasi tersebut diumumkan pada tanggal 30 April 1847
berdasarkanstaatsblad No. 23 dan mulai berlaku tanggal 1 Mei 1848.
Setelah proklamasi, Indonesia masih tetap menggunakan sistem
hukukm yang diterapkan oleh Hindia Belanda. Karena pasa saat itu Indonesia
merupakan negara baru yang belum mempunyai sistem hukum yang sesuai ditambah
dengan Pemerintah Jepang tidak memperbarui sistem hukum Hindia Belanda. Sesuai
dengan UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan, ” Segala badan negara dan peraturan
yang ada masih berlangsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
undang-undang.
Hukum perdata itu sendiri merupakan aturan-aturan hukum yang
mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan
hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat atau pergaulan
keluarga.
2. Sejarah Hukum Perdata
Hukum
perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun
berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap
sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis
dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de
Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua
kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus
hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada
Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil)
atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh
J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia
pada 1824sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang
menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan
Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1830 dengan pembentukan dua
kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah
terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
- BW (atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
- WvK (atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
Menurut J. Van Kan,
kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin
dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
3. Pengertian & Keadaan Hukum Di Indonesia
Yang dimaksud dengan hukum perdata ialah hukum
yang mengatur hubungan antara perorangan didalam masyarakat. Perkataan hokum
perdata dalam artian yang luas meliputi semua hokum privat materiil dan dapat
juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Untuk hokum privat meteriil ini ada juga yang
menggunakan dengan perkatan hokum sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga
digunakan sebagai lawan dari militer, maka yang lebih umum lagi digunakan nama
hokum perdata saja, untuk segenap peraturan hokum privat materiil (hokum
perdata materiil)
Dan pengertian dari kumum privat (hokum perdata
materiil) ialah hokum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan
antara perseoranan didalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang
yang bersangkutan. Dalam arti bahwa didalamnya terkandung hak dan
kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbale balik dalam
hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping hokum privat materiil, juga dikenal
hokum perata formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP (hukum acara
perdata) atau proses perdata yang artinya hokum yang memuat segala peraturan
yang mengatur bagaimana caanya melaksanakan praktek dilingkungan pengadilan
predata. Didalam pengertian sempit kadang-kadang hokum perdata ini digunakan
sebagai hukum dagang.
Keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia
Mengenai keadaan hokum perdata di Indonesia
dapat dikatakan masih bersifat majemuk, yaitu beraneka ragam. Penyebab dari
keanekaragaman ini ada 2 faktor:
1.
Faktor ethnis disebabkan
keanekaragaman hokum adat bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini
terdiri dari berbagai suku bangsa.
2.
Faktor hostia yuridis
yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk menjadi 3
golongan, yaitu:
- a. Golongan eropa dan yang dipersamakan.
- b. Golongan bumu putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
- c. Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab)
4. Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
Sistem hukum di Indonesia banyak dipengaruhi oleh sistem hukum
Eropa Kontinental (civil law). Pengaruh bukan berarti identik. Sistem hukum
Indonesia juga tidak sama dengan sistem hukum Anglo-America. Sebelum
kemerdekaan, hanya Inggris, sang Penjajah, yang mencoba menerapkan beberapa
konsep peradilan ala Anglo Saxon seperti Sistem Jury dan konsep peradilan
pidana. Namun, sejak akhir 70-an, konsep hukum yang biasa digunankan di sistem
Anglo America banyak diadopsi dalam sistem hukum Indonesia. Tidak hanya konsep-konsep
hukum pidana. Konsep perdata dan hukum ekonomi banyak mengacu pada perkembangan
hukum di Indonesia. Ada yang bilang sistem hukum di Indonesia adalah sistem
hukum Indonesia itu sendiri. Sebuah sistem yang dibangun dari proses penemuan,
pengembangan, adaptasi, bahkan kompromi dari beberapa sistem yang telah ada.
Sistematika Hukum
Perdata (BW) ada 2 pendapat.
Pendapat yang pertama
yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi:
a. Buku I : berisi
mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum
kekeluargaan.
b. Buku II : berisi tentang hal
benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
c. Buku III : berisi tentang perikatan. Di
dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara orang-orang atau
pihak-pihak tertentu.
d. Buku IV : berisi tentang pembuktian dan
daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat
hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar