Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah
suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu)
berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di
pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat
adanya ketidaklancaran distribusi barang.[1] Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara
kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya
tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan,
dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara
terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga
digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai
penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi,
dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu
inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila
kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30%
setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak
terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Penyebab
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan
(kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan)
produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau
juga termasuk kurangnya distribusi).[rujukan?] Untuk sebab pertama lebih
dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan
untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor
yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal
(perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan
infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand
pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana
biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi
permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya
volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap
barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan
harga faktor
produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu
kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam
situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh
rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas
di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya
kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga
bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri
keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost
push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga
termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada
perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran
distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata
permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum
permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian
yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru.
Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya
masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam,
cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi
spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait
tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi,
dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat
penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,
yaitu : kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,
misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan
harga barang-barang.
Penggolongan
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar
negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya
defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan
gagalnya pasar yang
berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar
negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya
produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan
pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan
dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed
Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara
umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open
Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga
setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat
menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi
yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
Hiperinflasi (lebih
dari 100% / tahun)
Mengukur Inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat
persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price
index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang
tertentu yang dibeli oleh konsumen.
Indeks biaya hidup atau cost-of-living
index (COLI).
Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga
rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses
produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan
karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian
akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
Indeks harga komoditas adalah indeks
yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
Indeks harga barang-barang
modal
Deflator
PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang
baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Dampak
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif-
tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru
mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih
baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk
bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang
parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak
bersemangat kerja, menabung,
atau mengadakan investasi dan
produksi karena
harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai
negeri atau karyawan swasta
serta kaum buruh juga
akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi
semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang
memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang
pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya
beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak
lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang
mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak
dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang
bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin
menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika
tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan
menabung, dunia usaha dan investasi akan
sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana
dari bank yang
diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai
uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau
pihak yang meminjamkan uang akan
mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika
dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila
pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila
hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya
(biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan
naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen
enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya
untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha
produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha
kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya
investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman
modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan,
ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Peranan Bank Sentral
Bank
sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi.
Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi
pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang
independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak
di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah
studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen -- salah satunya
disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter
untuk mendorong perekonomian -- akan mendorong tingkat inflasi yang lebih
tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai
instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban
mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena
nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat
inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan
oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar